Selasa, 26 Juli 2011

Petambak Dipasena Ragu CP Prima Selesaikan Revitalisasi

Sekretaris Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena Sukri J. Bintoro mengemukakan, indikasi itu diduga dari keengganan CP Prima melalui PT. Aruna Wijaya Sakti membayar sisa hasil usaha hak petambak dan memutus aliran listrik.

Sukri mencontohkan, para petambak di Kampung Agung, misalnya, sudah lebih dari tiga bulan belum menerima keuntungan dari budidaya udang setelah panen. Uang yang tertambat di CP Prima mencapai Rp 3 miliar lebih. “Ada delapan kampung di areal tambak eks Dipasena. Bisa dibayangkan mereka (perusahaan) itu menunggak pembayaran sisa hasil usaha itu,” katanya, Jumat, 6 Mei 2011.

Menurut perjanjian kerja sama kemitraan antara petambak dan CP Prima, perusahaan wajib membayarkan sisa hasil usaha selambat-lambatnya 14 hari setelah udang disetor ke gudang pendingin milik perusahaan. Sisa hasil usaha merupakan penghasilan utama petambak yang didapat setelah dihitung selisih antara biaya produksi dan hasil penjualan.

Indikasi lain, CP Prima berencana akan memutus aliran listrik ke rumah-rumah petambak mulai besok. Pemutusan aliran listrik, seperti tertulis dalam surat PT. Aruna Wijaya Sakti yang dikirim ke seluruh petambak dan ditembuskan ke Gubernur Lampung hingga Menteri Kelautan dan Perikanan itu, lantaran perusahaan tidak ingin menanggung kerugian. “Padahal petambak itu bayar dengan tarif jauh di atas tarif PLN. Kami tidak menikmati listrik secara gratis,” katanya.

Dalam rilis yang diterima Tempo, petambak menuding CP Prima pernah diteliti oleh Badan Pengawas Pasar Modal untuk menyelidiki kejanggalan investasi di usaha tambak eks Dipasena. “Mereka sudah meminta keterangan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan”. Demikian pernyataan Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu eks Dipasena dalam rilisnya.

Terhadap indikasi itu, petambak meminta pemerintah pusat segera turun tangan untuk menyelamatkan uang mereka. Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu menghitung, selain uang miliaran rupiah dari sisa hasil usaha, diperkirakan lebih dari Rp 3 triliun uang petambak masih di tangan CP Prima. “Uang lebih dari Rp3 triliun itu milik petambak yang diperoleh dari pinjam di bank,” katanya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad meminta perusahaan mematuhi kesepakatan dan hasil investigasi tim pemerintah yang meminta petambak dan perusahaan menjaga kondisi aman selama 45 hari sejak 28 Maret. “(tapi) Itu kan swasta. Kami tidak bisa campur tangan,” kata Fadel melalui pesan singkatnya kepada Tempo.

Sementara itu Manajer Corporate Communication CP Prima, George W. Basoeki, membantah tudingan petambak. Dia mengatakan penundaan pembayaran sisa hasil usaha (SHU) karena kondisi di lokasi tambak yang tidak memungkinkan untuk membayar SHU ke petambak seusai aturan. “Ada unjuk rasa yang membuat udang tidak bisa keluar. Dalam kondisi normal sisa hasil usaha dibayar tepat waktu,” katanya melalui pesan singkat kepada Tempo.

Dia juga menegaskan, pihaknya tidak mengalami kesulitan keuangan. Kondisi keuangan perusahaan saat ini, kata dia, dalam kondisi sehat. “Tidak benar (tudingan petambak),” katanya.

sumber : www.tempointeraktif.com
 

Download Templates